• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Monday, May 30, 2022

Self Management

Pada dasarnya manusia adalah self-managing creature. Manusia adalah mahluk yang Otonom yang artinya manusia memiliki kehendak bebas untuk melakukan apa yang menurut dia baik bagi dirinya sesuai dengan kapasitas yang dia miliki. Self-managing adalah kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang otonom, hal ini bukanlah sebuah utopia.

Ketika seorang bayi terlahir, dia tidak memiliki pengetahuan sama sekali (sering disebut masih suci). Seorang bayi mendapatkan pengetahuan dari apa yang dia lihat dan dengar tanpa ada yang memerintah dia untuk mempelajari dan mempaktikkan apa yang dia lihat.

Pada dasarnya software developer adalah individu yang baik adanya, kreatif, independent, self managing, dapat berpikir mandiri untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Lalu apa yang membuat perilaku manusia menjadi tidak self-managing dalam dunia kerja ?

Menurut saya ada dua hal yang mempengaruhi nya yaitu Pendidikan dan system di dunia kerja.

1.      Pendidikan yang pasif

Saya adalah salah satu siswa yang mengalami Pendidikan yang pasif dimana waktu Sekolah Dasar guru menyuruh semua murid di kelas untuk satukan tangan di atas meja bahkan terkadang dilarang untuk bergerak dan mendengarkan guru yang ngoceh di depan. Ketika SMP Pendidikan pasif yang saya alami berubah dimana guru masuk dikelas memberikan buku kemudian menyuruh ketua kelas membacakan dan yang lain menuliskan di buku tulisdan di SMA dan kuliah pun begitu.

System Pendidikan di Indonesia telah berhasil mengembangkan orang-orang yang pasif dan tidak mengerti apa itu self-managing karena selama enam belas tahun terbiasa pasif duduk di kelas mendengarkan dan mengiyakan guru atau dosen yang sedang mengajar.

2.      System di dunia kerja

System di dunia kerja yang tanggung-jawab sepenuh nya menjadi beban seorang manager, sehingga seorang manager merencanakan sedemikian rinci dan memaksa semua orang mengikuti rencana yang manager buat.

Jika ada seorang software developer yang menerapkan self-manage dan melakukan apa yang menurutnya baik, maka cara berpikir seperti ini akan menempatkan software developer tersebut sebagai pribadi yang liar, bebal, tidak bisa di atur, dan memiliki ketergantungan kepada otoritas yang lebih tinggi darinya.

Self-managing bukan hanya perilaku dasar manusia, namun juga perilkau dasar hewan cintaan tuhan lainnya.

Sekumpulan bebek akan mebentuk “V” ketika mereka akan terbang ketempat baru. Ikan makarel akan berkelompok dalam jumlah besar untuk menakuti ikan yang jauh lebih besar. Semut adalah hewan yang paling menarik. Dalam koloni semut, tidak ada satu semut pun yang memimpin koloni dan memerintah anggota koloni lainnya. Semut tahu benar kalau secara kesatuan mereka dapdat melakukan hal yang besar. Semut self managing untuk bekerjasama sebagai satu-kesatuan mencari makanan untuk koloninya dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tanpa ada otoritas terpusat sama sekali. Kita sebagai mahluk tuhan yang paling mulia seharusnya bisa memahami self-managing jau lebih baik dari semut.

Sebagai seorang manager, kita harus mengerti bahwa self-managing bukanlah perilaku liar yang tidak dilandasi tanggungjawab. Self-managing adalah sebuah kebebasan dalam sebuah Batasan yang disepakati Bersama. Self-managing adalah sebuah otonomi dalam bekerja dimana seorang software developer dapat menentukan sendiri bagaimana cara yang terbaik untuk mereka menghasilkan tujuan yang diminta.

Software developer membutuhkan otonomi dalam melakukan pekerjaan mereka, karena hanya dengan demikian potensi developer dapat berkembang menjadi seorang Rock-star Developer. Self-management juga mendukung perusahaan untuk bisa menjadi agile. Software developer yang masih harus diperintah tidak akan bergerak lebih cepat karena akan selalu ada lag-time untuk dia menunggu instruksi dari managernya. 

3 Pilar SCRUM

 Scrum memiliki empat acara formal untuk inspeksi dan adaptasi yaitu sprint planning, daily scrum, sprint review dan sprint retrospective dimana keempat acara tersebut di lakukan dalam setiap sprint. Biasanya pada awal sprint berjalan banyak member tim yag berpikir bahwa inspeksi dan adaptasi hanya dilakukan pada sprint retrospective, dan ini selalu saya alami pada setiap tim yang saya coaching.

Inspeksi dan adabtasi tidak hanya di lakukan di acara-acara besar sprint saja (sprint planning, sprint review dan sprint retrospective) tapi juga di lakukan di daily scrum yang dilakukan setiap hari, hal ini berarti bahwa inspeksi dan adabtasi dilakukan setiap hari.

Pada sprint planning kita melakukan inspeksi dan adabtasi kemungkinan goal yang akan di capai pada sprint yang akan berjalan. Pada daily scrum kita inspeksi dan adabtasi kemajuan menuju sprint goal dan menyesuaikan sprint backlog seperlunnya dan menyesuaikan rencana kerja yang akan datang. Sprint review kita melakukan inspeksi dan adabtasi terhadap hasil dari sprint. Dan sprint retrospective kita inspeksi dan adabtasi cara untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas.

Namun untuk bisa inspeksi dengan baik, diskusi harus di dasari dengan transparansi. Inspeksi tanpa adanya transparansi hanya akan menutupi masalah dan mengambil keputusan dengan data yang tidak benar hanya akan meningkatkan risiko. Inspeksi tanpa adanya transparansi, menyesatkan dan sia-sia.

Tiga hal tersebut, transparansi, inspeksi dan adabtasi merupakan 3 pilar scrum.

Sunday, May 29, 2022

Kolaborasi atau approval ?

 belajar dari kolaborasi dengan user selama ini, ketika user diminta approval (secara psikologi user tersebut akan merefleksikan bahwa dia yang akan bertanggungjawab terhadap kegagalan fitur tersebut).

sehingga untuk menjawabnya user sangat hati-hati bahkan minta approval lagi ke managernya atau ke divisi lain untuk share risiko gagal nya (kalau-kalau misalkan ada kesalahan dia ada temannya yang disalahkan). hal ini yang membuat user lama untuk approve.

kalau kita tarik kebelakang, kenapa sih kita mesti ada approval dari user ?

yaps, untuk memastikan apa yang akan kita buat sesuai dengan kebutuhan user yang akan menggunakan epic yang di develop tersebut. 

kalau tujuannya adalah untuk memastikan detail dari epic yang akan di buat sesuai dengan kebutuhan user, apakah perlu menggunakan kata approve ? 

dimana berdasarkan pengalaman kita sebelum-sebelumnya untuk mendapatkan jawabannya terkadang sampai berminggu-minggu padahal jawabnnya hanya iya atau tidak.

kalau kita lihat arti dari approval adalah menyetujui, sedangkan tujuan dari aktivitas kita adalah memastikan mendapatkan detail kebutuhan user. 

seharusnya yang wajar diminta persetujuan adalah jika usernya tidak terlibat dalam proses development atau tidak berkolaborasi dengan tim development. yang kita lakukan saat ini, kita berkolaborasi dengan stakeholder, user terlibat dengan proses develpment, namun juga user di minta approval. 

approval membuat seolah scrum tim dengan stakehlder adalah dua pihak yang berbeda, sehingga perlu ada approval. untuk bisa agile scrum tim dan stakeholder bekerja secara bersama-sama (berkolaborasi) untuk menghasilkan epic yang dapat meningkatkan value product. 

jadi pembelajaran yang kita ambil adalah "praktikal approval menghambat agility".

"The Scrum Team is responsible for all product-related activities from stakeholder collaboration, verification, maintenance, operation, experimentation, research and development, and anything else that might be required. They are structured and empowered by the organization to manage their own work. Working in Sprints at a sustainable pace improves the Scrum Team’s focus and consistency." - scrum guide.